Nyaris Buta Huruf Akibat Visual Stress

Colchester, Gangguan mata yang biasa diderita orang umumnya adalah rabun dekat atau rabun jauh. Tapi seorang remaja nyaris menjadi buta huruf karena tiba-tiba tidak bisa membaca tulisan meski hasil tes matanya normal. Tom Heaffey yang berusia 18 tahun memiliki cita-cita menjadi arsitek, namun 3 tahun lalu ia hampir dinyatakan mengalami buta huruf dan gagal mengikuti ujian. Tom didiagnosis menderita kondisi neurologis yang disebut sindrom Meares-Irlen atau visual stress. Tapi kini hidupnya telah berubah setelah ia menggunakan kacamata berlensa biru yang dapat membantunya membaca dengan benar untuk pertama kalinya. Selain itu berkat kacamata ini pula ia berhasil melewat lulus dalam ujian. Jika Tom tidak menggunakan kacamata tersebut, maka tulisan yang ada di halaman cetak akan muncul secara lompat-lompat, kabur dan mendistorsi. Selain itu gejala lainnya yang timbul adalah migrain dan sakit kepala. "Dulu ia selalu membaca dengan suara seperti mendesis. Ketika dilakukan tes mata, penglihatannya menunjukkan hal yang normal, jadi para guru menyimpulkan kalau Tom adalah seorang anak yang lamban dalam belajar," ujar Sarah, sang bunda, seperti dikutip dari Dailymail, Senin (22/3/2010). Tom yang tinggal di dekat Norwich mengungkapkan saat dirinya mencoba untuk membaca, maka hal tersebut akan membuatnya sangat lelah dan sakit kepala sehingga ia tidak bisa berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Beberapa bulan kemudian barulah diketahui bahwa Tom didiagnosis menderita sindrom Meares-Irlen. Menurut Arnold Wilkins, profesor dari visual perception di Essex University, kondisi ini diakibatkan oleh neuron atau saraf di bagian visual dari otak yang menembak terlalu kuat. "Perbedaan reaksi neuron di otak akan menghasilkan warna yang berbeda pula, kami menemukan bahwa penggunaan lensa berwarna dapat mengurangi lapisan dari neuron ini yang aktivitasnya berlebih," ujar Prof Wilkins. Prof Wilkins mengembangkan Intuitive Colorimeter, yaitu sebuah perangkat pengujian untuk mendiagnosa dengan tepat warna apa yang sesuai dengan kebutuhan tiap individu agar dapat membantunya melihat dan membaca secara lancar. Pasien akan diminta untuk membaca teks di sebuah mesin yang dapat menghasilkan 110.000 warna berbeda. Bayangan yang tepat akan membantu pasien untuk membaca dengan jelas, informasi ini akan sangat membantu dalam menentukan warna apa yang cocok untuk lensa kacamatanya. Didapatkan lensa yang cocok bagi Tom untuk membantunya membaca berwarna biru pirus. "Ketika pertama kali menggunakannya, aku merasa emosional dan aku bisa melihat sesuatu yang seharusnya dari dulu telah mampu aku lihat," ujar Tom. Ketepatan warna (precision tints) tidak hanya mampu membantu penderita untuk membaca, tapi juga dapat mengurangi ketegangan mata dan sakit kepala. Selain itu hal ini juga menunjukkan kemampuannya untuk membantu orang yang disleksia, migrain, epilepsi fotosensitif dan beberapa nak yang mengalami autis. Visual stress dapat memiliki efek yang buruk pada perkembangan kemampuan membaca, terutama kelancaran membaca yaitu kemampuan mengenali kata-kata dengan cepat dan memberikan pemahaman yang efektif. Kondisi ini akan membuat kegiatan membaca menjadi tidak menyenangkan dan mengganggu aktivitas sehingga anak-anak akan cenderung menghindari kegiatan membaca sesering mungkin. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebesar 15-20 persen populasi menderita visual stress pada batas tertentu dan cenderung menjadi peka terhadap lampu flourescent dan sering berkedip di depan layar komputer. Kondisi visual stress ini pertama kali ditemukan oleh Olive Meares yaitu seorang guru di Selandia Baru dan Helen Irlen seorang psikolog di Amerika Serikat. Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990-an oleh Prof Wilkins didapatkan penggunaan lapisan lensa berwarna umumnya menjadi pengobatan yang paling efektif dan solusi yang sederhana untuk kondisi visual stress.
  • sumber detik

0 komentar:

Posting Komentar

Share/Bookmark

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG OPTIK METRO

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG OPTIK METRO
klik gambar

artikel Populer

my favorit song